Senin, 27 April 2015

NOVEL JAMESBON MIRACLE BAB 2 - KARIR POLITIK

Miracle - 2
Karir Politik


“Politik itu mahal, bahkan untuk kalah pun kita harus mengeluarkan banyak uang.”

— WILL ROGERS, PELAWAK POLITIK


INI ADALAH romantika. Romantika politik yang jahat kala itu, hingga menenggelamkan kehidupan keluarga kami tanpa ampun.

Seorang ayahku, aku mengenalnya dari cerita-cerita tentangnya bahwa ia adalah sosok pribadi yang tampan, berwibawa, dan pandai mengaji. Semenjak belia, ia sangat populer di seantero penjuru desa sebagai seorang pria yang langganan juara satu di berbagai lomba membaca Al Quran dan berpidato. Selain itu, bak pujangga kawakan ia amat cakap dalam berpuisi dan melatih bela diri. Di samping karena kakekku yang telah lama meninggal adalah seorang haji yang dermawan, ayahku memang benar-benar berkepribadian populis.


Ia amat berkapabilitas dalam soal berbicara dan berpidato. Kemampuannya dalam menyusun kata-kata sangat bagus. Daya akustik suaranya sangat bertenaga. Gesture tubuhnya tegap, kulitnya kuning, matanya lentik dan indah. Ia mempunyai kepribadian koleris sang pemimpin. Semua hal tentang ruang kharismanya terletak pada cara ia menyisir rambutnya yang senantiasa terawat rapi. Itulah alasannya mengapa dahulu ayah sampai diterima tatkala meminang ibuku yang notabene seorang kembang di desanya.

Namun malam itu rumah kami ramai didatangi banyak orang, karena beredar kabar bahwa ayahku sedang mencalonkan diri menjadi kepala desa. Ayah menebar senyum di mana-mana. Senyumannya beraroma wibawa. Hampir setiap hari ibuku sibuk menyiapkan kudapan dan aneka minuman. Ibarat rumah seorang calon legislatif yang sedang aktif membangun komunikasi politik, rumah kami tak pernah sepi sejak pagi hingga paginya lagi.


Ayah hanyalah seorang petani kecil yang juga pintar berdagang barang apa saja. Ia mengawali karir politiknya dari menjadi seorang pamong desa bidang pembangunan. Memang, sejak lama telah banyak tokoh dan kalangan masyarakat desa yang mendorong keras agar ayah ikut dalam pencalonan kepala desa, salah satu sebabnya adalah karena ayah memiliki reputasi sebagai pria yang memang pantas memegang posisi itu. Sehingga tatkala beliau telah resmi mendaftarkan diri dalam bursa pencalonan, rumah kami mendadak banjir dukungan mulai dari para mantan kepala desa, tokoh-tokoh, sesepuh, para guru, saudagar terhormat, hingga para ustadz dari pesantren-pesantren.


Hingga saat daftar calon kepala desa telah resmi diterbitkan, hanya ada dua orang yang telah mendaftarkan diri. Seseorang bernama Sukandar: diwakili oleh gambar jagung, dan seorang yang lain adalah ayahku: diwakili oleh gambar padi. Inilah bentuk demokrasi di negeri kami kala itu.


Pembaca budiman, cerita tentang karir politik ayahku ini akan aku lanjutkan. Namun aku mohon maaf beribu-ribu maaf, karena pada beberapa bagian bab di awal ini, ceritanya akan lebih banyak berhubungan dengan persoalan politik, sehingga bahasanya amat kepolitik-politikan.


Ibarat wortel busuk berwarna hitam kemerah-merahan dihidangkan agar kita berkenan memakannya, sungguh tak sedikit dari kita—termasuk aku sendiri—yang enggan mengunyah kata politik ke tataran benak pikir.


“Politik itu jahat dan akan menyusahkan siapa saja …,” demikian ibuku pernah berkata.


Namun pada faktanya, politik itu ada, harus ada, dan menjadi kebutuhan kita. Nah, aku ingin menceritakan semua ini untukmu sahabatku ….


----- o0o -----

Sebuah sejarah terjadi tatkala genderang aba-aba dibukanya masa kampanye di panggung politik desa kami ditabuh! Satu hal yang masih diingat oleh ibuku hingga kini: keluarga kami mulai merasakan kehidupan yang terlunta-lunta sejak ini.

Hampir kebanyakan orang akan berkata bahwa pesta pemilihan terpanas di negeri kita adalah pemilihan petinggi desa. Oleh karena masa menjelang itu adalah masa ketika eksistensi sesungguhnya dari sebuah nama betul-betul dipertaruhkan habis-habisan. Kedua pihak—blok jagung dan blok padi—saling berkompetisi untuk berperang dalam menebar pesona dan membangun reputasi yang tinggi di mata masyarakat.


Komunikasi politik dibangun dengan cara menggalang simpati dan dukungan sebanyak-banyaknya dari berbagai tokoh dan kalangan. Aksi dukung-mendukung terjadi. Namun dukungan kepada pihak ayah ternyata jauh lebih banyak. Mayoritas tokoh-tokoh besar di desa kami lebih tertarik untuk mendukung perjuangan ayah. Tak terkecuali pada kebanyakan masyarakat, mereka mengelu-elukan dan berharap besar agar ayah menang.


Ibarat kala itu ada sebuah lembaga survey yang berani melakukan riset, maka dapat dipastikan bahwa prediksi kemenangan jelas ada di pihak gambar padi, dengan kategori: menang telak.

Salah satu alasannya adalah karena sejak lama masyarakat telah memandang sosok Sukandar sebagai orang yang mempunyai reputasi pemabuk. Namun satu fakta tentang nilai lebih yang ia miliki: ia amat kaya raya. Sukandar adalah seorang juragan besar yang mendapatkan banyak harta warisan dari ayahnya yang memang sejak dahulunya kaya raya.


Barangkali, demikianlah intrik kehidupan di negeri kita sejak dahulu: orang yang memiliki uang, maka ia memiliki kans besar untuk mewujudkan segala keinginannya, tak terkecuali untuk menjadi seorang pemimpin, meskipun pemabuk.

Awalnya masa kampanye berjalan dengan biasa adanya. Masing-masing pihak berkompetisi dengan melakukan effort adu cepat untuk meraih sebanyak-banyaknya popularitas di mata masyarakat. Setiap hari ayah nyaris sibuk menghabiskan waktunya untuk menemui para kader dan tim sukses. Kalau boleh aku membahasakannya dengan bahasa yang lebih agak rumit namun tampan sebagaimana orang-orang di Jakarta kerap bersilat kata di layar televisi, sebagai langkah aksebilitas politik, masing-masing pihak berjuang mengupayakan untuk mendongkrak elektabilitas, kredibilitas, integritas, sensitivitas, dan popularitas dirinya selama masa kampanye. Aduhai, amat tampan kan bahasaku? Tahu maksudnya? Aku pun bingung tak tahu artinya. Ah, sudahlah ….


Pembaca budiman, pada masa itu ayah mulai gemar mengenakan gaun batik yang terlihat anggun. Ada saat-saat tertentu kadang beliau mengenakan setelan jas dan celana hitam yang menawan. Beliau mulai rajin berceramah di mana-mana.


“Kemakmuran rakyat adalah esensi spiritual dari nilai kekuasaan,” demikian ayah sering berujar.


Setiap hari Jumat tak akan pernah ia lewatkan waktu untuk berkhutbah ke Mesjid-Mesjid yang berbeda untuk setiap Jumatnya. Andai subuh, ia pun gemar berceramah subuh dari Langgar satu ke Langgar yang lain. Keluarga kami tersanjung, pada masa-masa kampanye ternyata ayah mempunyai profesi baru yang amat tampan: berceramah.


Namun, sebuah babak baru tiba-tiba terjadi. Politik hutan rimba mulai tampak tatkala suatu hari muncul kabar spektakuler di desa kami.


“Sukandar membagi-bagikan beras ke seantero desa ….!!!” demikian laporan dari salah seorang tim sukses ayah yang datang terbirit-birit pada suatu malam.


Ayah tersentak luar biasa demi mendengar ini. Kabarnya, Sukandar kemarin telah membagi-bagikan beras masing-masing 25 kg ke seluruh masyarakat calon pemilih di desa kami yang berjumlah lebih dari 2.500 orang. Sebuah serangan hebat membabi buta. Sejak inilah ayah mulai dilanda kebingungan luar biasa. Selama dua hari dua malam ia tak dapat tidur demi menumpahkan batinnya dalam rangka berpikir tentang langkah apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Apakah harus diupayakan untuk membalas serangan Sukandar yang telah disorientasi itu? Kalaupun demikian, ayah harus rela menjual seluruh tanah sawah miliknya.


“Tak ada uang, tak akan punya rakyat,” ujar beberapa orang makin memanas-manasi.


Dalam politik, acapkali manusia terpaksa dihadapkan pada persoalan yang menenggelamkannya agar tak dapat berpikir panjang, termasuk ayahku. Akhirnya ia tiba pada suatu keputusan untuk menjual seluruh tanah sawahnya dengan harga murah lantaran kepepet demi mengejar waktu. Ibu kerap ingin menangis demi melihat suaminya terjebak pada persoalan yang demikian.


Hingga terjadilah pada suatu hari tatkala seluruh ruangan di rumah kami menjadi penuh sesak lantaran dijejali berkarung-karung beras. Ribuan masyarakat antri berdatangan untuk menerima hibah tak diduga-duga dari ayah: sekarung beras 25 kg. Sebuah langkah balasan demi menebar jala politik sebesar-besarnya.

Atmosfer desa semakin memanas tatkala sehari berikutnya terdengar kabar yang menggegerkan bahwa pihak Sukandar kembali melakukan serangan jahat dengan membagi-bagikan sekarung beras 25 kg untuk yang kedua kalinya ke seantero masyarakat desa. Lebih mencengangkan lagi, khusus bagi tetangga-tetangga dekatnya, bisa meminjam uang kepadanya tanpa jaminan. Plus, ia berjanji bahwa jika ia terpilih, maka untuk hutang dibawah 100 ribu akan dibebaskan. Perlu diketahui, bahwa angka 100 ribu di tahun 80-an kurang lebih sama nilainya dengan angka 1 juta di tahun 2000. Sebagai tambahan lagi, jika seandainya ia tidak terpilih, maka beras 50 kg yang telah ia bagikan sebelumnya harus dikembalikan.


Sebuah kabar yang mengejutkan! Ayah mulai limbung dan merasa pening. Pikirannya semakin kalut dan runtuh berantakan. Bagaimana tidak? Ibarat dalam sebuah kemelut medan peperangan besar, ayah telah kehabisan amunisi peluru. Ayah sudah tak memiliki modal. Ia amat bingung untuk menyikapi langkah Sukandar yang telah membabi buta. Demi melihat situasi ini, ibuku yang penyabar berusaha membesarkan hati ayah dengan berkata, “Sudahlah, tak usah disikapi dengan gegabah. Urusan menang adalah urusan Allah. Mereka yang memiliki modal besar belum tentu akan menjadi pemenang kalau Allah tidak memperkenankannya.” Lantaran perkataan ibu inilah ayah mulai dapat berpikir jernih.


Pembaca, kalau boleh kita main hitung-hitungan, berapakah gaji sebenarnya untuk seorang petinggi desa? Aku pernah menanyakan hal ini kepada ibu. Beliau menjawab, “Paculen bengkok iku sampe gegermu bongkok!” (Dibaca: Cangkul saja tanah bengkok itu sampai punggungmu bongkok!)


Artinya, kepala desa tak pernah digaji. Gajinya hanyalah berupa tanah sawah bengkok desa yang dipinjamkan. Setelah masa jabatan usai, tanah sawah itu dikembalikan kepada desa. Sebagai gambaran, luas bengkok perangkat tiap daerah tidak sama, biasanya rata-rata luas bengkok seorang kepala desa sebesar 6 bahu atau 4,2 hektar.


Ajaibnya, ketika aku menghitung bahwa seandainya sawah tersebut digarap, maka hanya akan didapatkan sejumlah total uang pemasukan yang jauh lebih kecil daripada uang modal untuk kampanye sekelas Sukandar. Alias rugi total.

Di dunia ini ada beberapa fenomena yang tak dapat dijelaskan dengan sains. Misalnya, engkau pasti pernah mendengar legenda tentang UFOs yang tak bisa disangkal bahwa begitu banyak orang di dunia ini telah bersaksi melaporkan keberadaan Unidentified Flying Objects (UFOs), dari hikayat tentang piring terbang hingga mahluk berkepala botak dengan mata memanjang. Sebenarnya, adakah mahluk hidup selain manusia di luar sana? Itu adalah salah satu pertanyaan yang belum dapat dijelaskan oleh sains.




Demikian pula dalam perkara politik, mengapa begitu banyak orang di dunia ini yang ingin meraih tampuk kekuasaan untuk menjadi pimpinan dengan mempertaruhkan modal harta yang ukurannya jauh lebih besar daripada gaji yang akan diterima? Ah, ini pun termasuk pertanyaan yang tak dapat dijelaskan oleh sains, hingga sekarang.

Cerita tentang ini akan akan aku ceritakan lebih menarik pada bab-bab selanjutnya.



>>> LANJUT KE: NOVEL JAMESBON MIRACLE BAB 3

Notes:
Novel Jamesbon Miracle di-upload exclusive di blog ini secara berseri dan bertahap. Nantikan bab demi bab berikutnya. Mudah-mudahan menyenangkan bagi anda semua.



Jikalau engkau sedang murung, datang-datanglah ke negeri kami, negeri kedamaian ...


NOVEL JAMESBON MIRACLE BAB 1 - SEBUAH PROLOG—CERITA DARI IBUKU

Miracle - 1
Sebuah Prolog—Cerita Dari Ibuku

“Jika Anda hanya melakukan hal-hal yang mudah, hidup ini akan menjadi sulit. Akan tetapi, jika Anda rela melakukan hal-hal yang sulit, hidup ini akan menjadi mudah.”

 — T. HARV EKER


SUATU HARI di bulan Oktober saat musim penghujan di era tahun 80-an, ayahku yang malang, beliau memuntahkan darah segar berliter-liter dari perutnya. Gemuruh masyarakat berduyun-duyun menyaksikan sebuah peristiwa besar keluarga kami ini sebagai buah akibat dari pergolakan politik yang amat kejam.

Ayah dinaikkan ke atas bak mobil pickup secara tergesa-gesa untuk dilarikan ke rumah sakit. Darah bersimbahan dan tercecer ke segala tempat. Seorang wanita muda berlari sembari meratap demi menghampiri ayah yang terpuruk. Wanita itu adalah ibuku. Ia yang jelita dengan roman mukanya yang cantik bak kuntum freesia, tiba-tiba pesonanya pudar oleh muka pias yang ia tampilkan. Air mata membanjiri kerudung, wajah, dan batinnya. Seluruh kerabat, kolega, dan para rekan simpatisan riuh rendah meratapi nasib ayah yang tak pernah diduga oleh siapa pun. Seluruh anak-anaknya, termasuk aku sebagai putra bungsunya dilarikan ke rumah paman agar tak melihat kisah petaka mahaduka orang tuanya ini.


Semua cerita ini aku dapatkan dari ibuku tatkala aku menjelang dewasa. Aku tak pernah berkesempatan melihat kisah memilukan ini secara langsung, karena pada masa itu aku hanyalah seorang anak kecil berusia dua tahun yang pekerjaannya hanya gemar tertawa dan menangis meminta susu.


Sejak peristiwa bergejolak itu, kehidupan keluarga kami bak rakit kehilangan dayungnya. Prahara kemiskinan melanda kami bertahun-tahun. Ayahku tergolek tak berdaya selama tiga tahun di rumah sakit. Kami tak memiliki rumah atau pun benda-benda berharga, karena sedikit demi sedikit kami telah menjualnya secara murah. Kakakku yang sulung rela bekerja berpeluh-peluh menjadi buruh kasar demi sekolah adik-adiknya. Perjuangan hidupnya yang melarat ia buktikan dengan nekat berlari menempuh perjalanan sejauh tiga puluh kilometer demi ingin berangkat kuliah. Ia tak memiliki sepeda atau pun persediaan uang untuk naik angkutan umum.


Ketika untuk pertama kalinya mendengarkan cerita ini, aku tak dapat menyembunyikan sikap marahku kepada Tuhan. Sebagaimana aku pernah bertanya tentang mengapa Tuhan menurunkanku ke dunia ini, aku pun sempat berani bertanya, mengapa Tuhan tidak berbuat adil terhadap keluarga kami?


Aku tumbuh dalam situasi kemiskinan yang mengepung dan tak berbelas kasihan. Segala hal yang meliputi keluarga kami adalah perjuangan dalam melawan hantaman kemelaratan demi kehidupan yang lebih baik. Ketika aku akan bersekolah, ibuku rela berkeliling mencari pinjaman untuk pembelian beberapa helai kemeja dan celana seragamku. Demi membeli buku-buku sekolah, aku bersama kakak-kakak perempuanku pergi ke tepian pematang untuk tekun mengais sampah ceceran kedelai kotor yang tak seberapa nilai harganya.




Sebagai seorang anak kecil yang tumbuh bersama keluarga miskin, hampir aku tak pernah berpikir bahwa aku bisa bercita-cita tinggi dan dapat meraihnya, karena di usia yang aku belum bisa memaknai tentang arti kematian, ayahku berpulang.


“Ayah bekerja di tempat yang jauh …,” demikian kakak sulung kami kerap berkata.


Semenjak itu, hampir setiap pagi aku pergi ke tepian kali, menunggu ayahku datang. Aku selalu berharap besar pada batang-batang pisang yang hanyut, barangkali ayahku sedang terhanyut, sehingga aku bisa menyelamatkannya. Dan ternyata, ayahku tak pernah datang lagi.


Namun beberapa puluh tahun kemudian, cerita tentang ayahku yang malang itu sirna. Aku bangga menjadi orang miskin. Kemiskinan betul-betul telah mendidikku untuk survive dan membimbingku agar pantang mengibarkan kata-kata menyerah dalam setiap medan kehidupan yang curam sekalipun.


Tuhan memiliki kuasa besar dalam memberikan miracle kepada hamba-hambaNya yang mau berusaha dan tak pernah berputus asa. Aku percaya tentang miracle. Siapakah yang pernah menyangka bahwa anak yatim miskin dari desa ini ternyata kelak akan mewujudkan mimpi-mimpi dan harapan hidupnya? Semuanya akan aku ceritakan di sini. Di buku ini, sahabatku.


Pembaca budiman, sebenarnya aku tak pernah ingin bercerita tentang ini semua. Aku terlampau malu. Namun, berhubung demi Engkau semua, dengan senang hati aku akan menceritakan semuanya. Tentang ayahku yang malang, tentang petualanganku yang konyol, tolol dan dugal semacam tukang begal, serta tentang berbagai keajaiban. Yakni tentang kejaiban hidup yang menggetarkan, keajaiban keberanian yang menantang, keajaiban pertolongan Tuhan yang menakjubkan, dan tentunya juga, keajaiban cinta yang amat memesona ….


>>> LANJUT KE: NOVEL JAMESBON MIRACLE BAB 2

Notes:
Novel Jamesbon Miracle di-upload exclusive di blog ini secara berseri dan bertahap. Nantikan bab demi bab berikutnya. Mudah-mudahan menyenangkan bagi anda semua.



Jikalau engkau sedang murung, datang-datanglah ke negeri kami, negeri kedamaian ...

Minggu, 26 April 2015

PUJIAN SUKSES NOVEL JAMESBON MIRACLE

BERIKUT INI adalah beberapa PUJIAN SUKSES untuk Novel Jamesbon Miracle:





Ya saya hormat dengan anda, hormat dengan karya anda. Luar biasa. Bukan bermaksud membanding-bandingkan, membaca sinopsisnya saja saya sudah merasakan sesuatu yang aneh, asyik, tersedot, merasakan keliaran, kreatifitas, seperti saya membaca Laskar Pelangi pertama kali yang kemudian saya rekomendasikan ke mana-mana untuk dibaca dan ternyata cukup banyak yang akhirnya tertarik membaca. Saya juga kadang seperti melihat perjalanan hidup saya pada Jamesbon itu. Saya berdoa novel ini akan berhasil. Bahkan mungkin lebih hebat dari Laskar Pelangi sekalipun.
—HELMY YAHYA, Artis, Presenter



“Jamesbon Miracle luar biasa!” Awalnya membuat saya tertawa. Tapi, bab demi bab membuat saya bergolak dan merasakan, bahwa banyak anak-anak muda di negeri ini berjuang keras dengan keringat, bahkan darah, untuk meraih cita-citanya. Mereka sukses bukan karena sistem yang korup di negeri ini, tapi karena kekuatan do’a dan kerja kerasnya. Allah SWT bekerja dengan cara-cara misterius dan keajaiban-keajaiban-Nya ditunjukkan di novel ini. Percayalah, orang baik ada di mana-mana dan Anda akan menemukan kekuatan jiwa ketika membaca novel ini. Dan bagi Anda yang mengalami problem hidup, insya Allah, akan mendapatkan semangat hidup yang luar biasa di sini!
—GOLA GONG, Penulis, Pendiri Rumah Dunia


 
'You are what you think all day long' tergambar bagaimana Jamesbon percaya bahwa miracle akan datang kapan saja mewujudkan impian semustahil apa pun. Jamesbon yang bukan apa-apa tak pernah patah arang untuk jatuh bangun dan bermimpi sekaligus tersenyum melihat mimpinya jadi nyata. Jamesbon bukan fiksi, tetapi realita di dunia nyata.
—RISMA BUDIYANI, Penulis Novel Laris “Surat Cinta Saiful Malook”



Man jadda wajada bisa terjadi di mana dan kapan saja. Isi novel ini adalah salah satu bukti praktik man jadda wajada yang menarik.
—AHMAD FUADI, Penulis Novel Best Seller: “Negeri 5 Menara”



Ini sebuah novel motivasi, sebuah eksperimen yang teramat berani. Namun, saya sungguh salut pada semangat yang menyeruak dalam keseluruhan novel ini maupun proses penciptaannya. Layak dibaca dan dikoleksi.
—EDY ZAQEUS, Penulis Buku-Buku Best Seller, Writer Coach, Trainer, Editor



Sebuah novel yang sarat dengan citarasa saya, seolah-olah sayalah Jamesbon itu ….
—JAMIL AZZAINI, Inspirator SuksesMulia, Penulis Buku Best Seller Kubik Leadership


 
Dalam pelajaran apresiasi sastra masa kecil dulu, tertanam selalu bahwa sebuah cerita hendaknya memiliki amanat. Saya memahami amanat kala itu sebagai 'pesan penting' yang hendak disampaikan penulis. Novel "Jamesbon Miracle" mengandung sebuah amanat anak muda dengan gaya khas bauran memori pribadi serta imajinasi. Novel ini menjadi kontekstual beraroma motivasi dengan segudang perjuangan mencapai apa yang disebut bahagia. Anak muda memang harus baca, orangtua apalagi, harus menikmati. Saudara Ipung sedang mengamanatkan keajaiban datang karena ada sebuah perjuangan; perjuangan muncul karena ada sebuah keyakinan. “Really inspiring!"
—BAMBANG TRIM, Praktisi Perbukuan Indonesia, CEO Dixigraf Publishing Service



Seni bercerita yang bagus! Kisah-kisah motivasi yang membangun, petualangan hidup yang bergelora, satire politik yang jenaka, nilai-nilai rhetoric yang mengejutkan, drama jiwa yang terluka, hikayat masa muda yang konyol, dan cerita keajaiban romantika cinta yang mendayu-dayu, semuanya diaduk menjadi satu.
—DJOKO MOENTIARSANTO, Penulis dan Peneliti



Kaum awam amat kagum kepada penulis besar, kendati mereka tidak membaca karyanya. Dalam membaca novel Mas Ipung ini, saya lebih menikmati karyanya. Awalnya rangkaian kata-kata, kemudian tanpa saya sadari, saya terlibat di dalamnya. Novel ini memberi peluang kepada saya untuk diayun-ayun dalam imaji-imaji.
—KAJI KARNO, Budayawan, Penulis Novel: “Membeli Cahaya Bulan”



Novel yang memberi inspirasi dan motivasi! Sangat indah dan menawan. Patut dibaca oleh semua orang. Buku yang akan menggugah dan menghangatkan hati setiap pembaca. Secara pribadi, membawa saya seakan-akan terlibat dalam novel ini.
—INNA RATNA AMELIA, Pencinta Buku



Cinta, kebahagiaan, kepedihan, bahkan kebencian adalah sesuatu yang indah apabila dapat kita fahami maknanya secara mendalam. Dan itulah barangkali yang ingin disampaikan oleh Ipung Atria lewat Jamesbon Miracle kepada kita yang sedang berjalan menuju akhir. Saya yakin buku ini akan menjadi sebuah karya besar … ditulis oleh tangan seorang anak muda yang kreatif.
—H. MOEHAMMAD ROEM LATIEF, Ketua Dewan Kesenian Pasuruan



Bila Anda butuh keajaiban, Anda layak membaca novel ini. Entah kenapa saat membaca novel ini, jiwa ini bergejolak HARUS LEBIH BAIK …. Terngiang dalam hati dan pikiran bahwa Dia Sang Maha Ajaib. Kita tinggal mengimani dan berusaha serta pasrah. Bravo!!!
—MOH. CHUDZIL CHIKMAT, Direktur Rumah Perubahan Indonesia



Membaca novel ini, saya bisa menangis, lalu tertawa-tawa ….
—DINA MUSDZALIFAH, Karyawati di Surabaya, Pencinta Sastra



Saya sangat terkesan dan termotivasi dari kisah-kisah yang telah dipaparkan dalam novel ini. Saya dapat mengambil banyak pelajaran untuk pemetaan terhadap langkah dan tujuan hidup saya ke depan. Novel ini begitu luar biasa, diramu dengan bahasa yang natural dan penuh inspiratif.
—RAHADIAN PRAYUDI, Pengusaha, Mahasiswa UNEJ Jember 



Berikut adalah link Novel Jamesbon Miracle:
NOVEL JAMESBON MIRACLE BAB 1




Jikalau engkau sedang murung, datang-datanglah ke negeri kami, negeri kedamaian ...

DI BALIK PENULISAN NOVEL JAMESBON MIRACLE

PERTAMA KALINYA saya mengangkat pena untuk menulis novel ini adalah saat saya menderita sakit neurotic akibat jatuhnya karir bisnis yang telah saya bangun lantaran ditipu oleh rekan bisnis saya. Saya dilanda depresi hebat, murung, tidak percaya diri, dan serba ketakutan. Saya menjelma menjadi pribadi yang terpuruk dan tidak mengerti pada diri-sendiri, macam beginilah jiwa seorang pemuda dari desa berusia 22 tahun kala itu yang tak berayah sejak kecil dengan mimpi-mimpinya yang meluap-luap namun akhirnya tumbang oleh problema yang sederhana.

Dalam keterpurukan itu, akhirnya saya mengasingkan diri ke sebuah desa tempat kelahiran saya dahulu. Selama berminggu-minggu saya mendatangi petirahan-petirahan dan belantara keindahan desa yang amat jauh dari penjamahan tangan-tangan moderenisasi, tempat terindah dari paradiso kelahiran ayah saya yang dulu mati lantaran prahara politik.

Tiba-tiba saya tenggelam dalam keromantisan imajinasi, terendam dalam samudera fantasi, dan di bawah siraman terik matahari terbit, saya melonjak-lonjak seraya berteriak-teriak dengan mekanisme yang tak saya mengerti. Bertemankan kawanan kecebong, ikan-ikan, bebatuan, dan rerumputan, saat itulah saya menemukan diri saya terhanyut dan meluncur bersama lautan kata-kata. Seiring bulir-bulir air mata yang mengalir lembut di pelupuk, saya mencoba mengobati kehausan saya untuk menulis.

Saya teringat akan novel Bumi Manusia, sebuah karya sastra yang menjadi timeless master piece dari seorang Pramoedya Ananta Toer. Novel tersebut ditulis tatkala Pramoedya berada dalam pembuangan politik nun jauh di Pulau Buru. Jiwanya amat tertekan, tertindas, dan menderita. Namun di dalam penjara itu, jiwanya terus bergelora, rasa keadilannya memberontak, dan sikap keadilannya tak tertahankan untuk menulis.

Meskipun perjuangannya untuk menulis merupakan perjuangan yang tak main-main lantaran kertas yang ia gunakan adalah kertas yang diselundupkan dari sahabatnya ke barak tahanannya. Pun, coretan-coretan di atas kertas itu lantas ia kirimkan ke luar penjara dengan mekanisme yang gelap pula. Sebagaimana Pramoedya, bolehlah dikatakan bila saya menyelesaikan novel ini saat mengalami penderitaan, rasa tertekan, jiwa terluka, dan kenyataan yang pahit.

Novel ini mungkin bisa saja disebut sebagai novel yang sarat akan petualangan dan perjuangan hidup yang bergelora, kredo yang meluap-luap, visi hidup yang attractive, nilai-nilai religius yang menyentuh, keajaiban pertolongan Tuhan, dan tentu saja, romantika cinta yang merona-rona. Saya juga banyak menulis tentang satire politik yang menghibur, anomali-anomali yang konyol, dan petualangan-petualangan absurd yang sangat menggugah. Di luar itu semua, dengan gaya realis yang diolah bersama nilai-nilai motivasi dan penuh metafora yang memikat, saya merangkum keseluruhan isi novel ini menjadi bentuk positioning berupa: sebuah kisah keajaiban cinta yang memesona & keajaiban hidup yang menggetarkan.

Dengan tanpa mengindahkan nilai-nilai ilmiah, saya menceritakan banyak keajaiban cinta dan keajaiban hidup yang serba tak terduga sekaligus very unexpected. Dengan penggunaan ungkapan kalimat dan idiom yang memikat sekaligus penuh jenaka, barangkali pembaca akan dibuat menangis haru dan tertawa-tawa.

Penulis mendesain novel ini menjadi beberapa bab. Setiap bab seakan menjadi satu cerpen menarik dan penuh hikayat romantika yang menghibur. Dari membaca bab sebelumnya, seorang pembaca pasti akan dirundung rasa cemas dan penasaran bila tidak membaca bab selanjutnya. Menurut catatan beberapa sahabat yang telah membaca, novel ini seakan buku peta harta karun yang setiap lembarnya mengundang rasa penasaran dan ingin tahu. Selain itu, penulis berusaha memberikan diferensiasi pada novel ini dengan novel lainnya adalah dengan menyertakan motivasi-motivasi yang shocking, hal itu semoga dapat memberikan kesegaran bagi para pembaca tanpa mengurangi prinsip dan jalan ceritanya.

Karya sastra ini saya tulis pada beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 2008, selesai selama kurang lebih 1,5 tahun. Merujuk pada beberapa pujian dari para penulis senior untuk novel ini, bolehlah bila dikatakan bahwa novel ini adalah sebuah motivational fiction (novel motivasi). Dan alhamdulillah, novel ini telah mendapatkan banyak sambutan dan pujian sukses dari beberapa tokoh nasional dan penulis senior, seperti: Helmy Yahya, Gola Gong, Jamil Azzaini, Ahmad Fuadi, dan lain sebagainya. Klik PUJIAN SUKSES JAMESBON MIRACLE untuk melihat kumpulan testimoninya.



Novel JAMESBON MIRACLE ini belum saya kirimkan ke penerbit. Barangkali karena kesibukan aktivitas bisnis saya, jadi belum sempat untuk saya urus ke penerbit. Di samping saya juga adalah penulis yang masih yunior, jadi bisa jadi akan mendapatkan penolakan-penolakan dari penerbit. Hehe .... Maka, saya mencoba membagikan novel ini kepada seluruh hadirin pembaca blog saya. Mudah-mudahan bisa memberikan kebahagiaan untuk semuanya.

Saya akan upload bab demi bab dari novel ini secara bertahap di blog ini. Jadi, diharapkan kesabarannya ya. Hehe ....

Selamat membaca ....

Berikut adalah link Novel Jamesbon Miracle:
NOVEL JAMESBON MIRACLE BAB 1




Jikalau engkau sedang murung, datang-datanglah ke negeri kami, negeri kedamaian ...


Selamat datang di negeri kedamaian

Share ya ....

KLIK LIKE UNTUK MENDAPATKAN ARTIKEL MENARIK, GRATIS!!