Senin, 22 Desember 2014

BERJUALAN TEROMPET KE GUNUNG BROMO


“Jika Anda hanya melakukan hal-hal yang mudah, hidup ini akan menjadi sulit. Akan tetapi, jika Anda rela melakukan hal-hal yang sulit, hidup ini akan menjadi mudah.”

 — T. HARV EKER



WELL, SAYA akan bercerita
tentang kisah yang menarik ini. Terjadi pada sekitar tahun 2009. Kisah yang melanda seorang lelaki berwajah lucu, sebutlah namanya: Dalkobar.

Dalkobar berburu uang, demi anak dan istrinya. Maka, pada suatu ketika, di dalam otak kecilnya melesatlah sebuah ide cemerlang. Ia memiliki perhitungan bisnis yang ganteng dan super brilliant. Mencoba mengkombinasikan 2 fragmen peluang:

  • Malam tahun baru
  • Gunung bromo

Maka, jadilah 2 fragmen peluang tersebut menjadi: malam tahun baru di Gunung Bromo. Nah, malam tahun baru di Gunung Bromo merupakan momen yang sangat ideal untuk dijadikan sebagai ajang berbisnis. Ceruk pasar yang captive. Semua muda-mudi di sana yang merayakan pesta malam tahun baru pasti membutuhkan terompet. Apalagi, saat tepat pukul 12 malam, akan disulutlah corong terompet secara serempak, dan berkobarlah suara terompet di mana-mana. Sehingga, lahirlah sebuah ide bisnis ini bagi Dalkobar, yakni: Berjualan terompet ke Gunung Bromo.

Bisnis ini cukup mudah. Tanpa modal. Karena Dalkobar akan membawa terompet yang jumlahnya ratusan itu untuk dijual dengan akad konsinyasi dari produsennya. Yakni, bayar di akhir setelah laku terjual. Dan berdasarkan perhitungan yang sederhana pula, Dalkobar akan meraup rupiah yang sangat banyak jumlahnya dari hanya sekedar kegiatan berbisnis yang semalam ini saja.




Genderang perang ditabuh. Dalkobar akan kaya raya. Ia berangkat berbisnis, mengusung ratusan terompet ke Gunung Bromo. Ia tersenyum-senyum karena keyakinannya utuh tak terbantahkan bahwa ia akan bertabur rupiah dengan cepat. Bukanlah hal yang terlalu sulit untuk menjual produk yang tepat di saat momen yang tepat pula.

Namun, kawan, hidup ini kadang sering tidak ideal. Tidak jarang terjadi kenyataan yang melenceng jauh dari perhitungan. Sebuah kenyataan berkata lain, sesaat setelah Dalkobar tiba dan berjualan di lautan Pasir Gunung Bromo, tiba-tiba datanglah segerombolan pasukan dari langit. Segerombolan pasukan hujan deras yang menyerang. Dalkobar beserta bisnis terompetnya itu terkepung. Di hamparan lautan pasir Gunung Bromo itu sungguh tidak ada tempat untuk berteduh. Dalkobar terseok-seok berlari, belingsatan, seperti anak itik mencari induknya. Lalu basah kuyup.

Ia memekik, melengking-lengking minta tolong. Ia terpuruk lalu menangis. Seluruh terompet-terompet kesayangannya itu telah basah kuyup, nyunyut, dan rusak. Bisnisnya telah bangkrut. Mimpi besarnya untuk mendatangkan uang dalam waktu cepat telah tumbang dan menguap. Kedigdayaan bisnis terompetnya yang sakti mandraguna tersebut telah habis dicukur oleh hujan.

Sepulang dari Gunung Bromo, ia langsung banting setir. Tanpa bacot banyak, ia menerapkan sebuah teori bisnis internasional kelas wahid, yakni teori tentang: “The alumnus penetration can be performed by interesting and understanding by email before injection”. Yang artinya:  “Tak perlu berlama-lama menangis dalam meratapi kegagalan. Kegagalan harus segera ditutupi dengan mendirikan bisnis berikutnya.”

Yeah, ia langsung memulung sampah-sampah di tepian jalan untuk akhirnya ia jual kepada juragan pengepul sampah. Hal tersebut ia lakukan selama beberapa hari, demi menutupi kerugian dari rusaknya seluruh terompet yang ia bawa ke Gunung Bromo.

Dari kisah ini, saya mendapatkan sebuah pesan moral yang amat berharga, sebuah pesan moral bisnis yang amat mahal sekelas dengan ilmu yang disampaikan di seminar-seminar bisnis seharga tujuh ratus juta rupiah, yakni, “Jikalau berjualan terompet, bawalah plastik untuk menghalau hujan”.

Sekian. Salam Dalkobar ….



Tulisan Kreatif oleh: Ipung Atria




Jikalau engkau sedang murung, datang-datanglah ke negeri kami, negeri kedamaian ...




Tidak ada komentar:

Selamat datang di negeri kedamaian

Share ya ....

KLIK LIKE UNTUK MENDAPATKAN ARTIKEL MENARIK, GRATIS!!